Namanya Vanya Frederica, anak usia 8 tahun dan sulung dari tiga bersaudara. Ia saat ini duduk di kelas 2 Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Gunungsitoli. Kehidupannya ia habiskan bersama keluarga kakek dan neneknya. Ayahnya bekerja sebagai seorang kuli bangunan, sementara ibunya mengurus rumah tangga. Sejak Juli 2022, Vanya telah bergabung dengan SoL Lingkungan Lasara Bahili, dan ia juga menjadi anak Sekolah Minggu di KPA Lingkungan Lasara Bahili.
Pada dasarnya Vanya adalah seorang anak yang pemalu, tidak percaya diri, dan sulit bergaul. Kondisi ini disebabkan oleh trauma yang ia alami akibat perlakuan kakeknya dan keadaan di sekitarnya. Kakeknya merupakan sosok yang sangat ditakuti dalam keluarga, dan aturan-aturan ketat selalu berlaku. Orang tua Vanya tidak dapat berbuat banyak karena mereka juga berada di bawah tekanan tersebut. Suara-suara keras dan bentakan kasar dari kakeknya selalu terdengar sejak Vanya masih kecil, bahkan Vanya sendiri pun pernah menjadi korban bentakan kakeknya.
Suatu kali, Vanya menyaksikan pertengkaran hebat antara kakeknya dengan bibi. Kejadian itu membuatnya ketakutan, dan ia menangis sambil menutup telinga serta bersembunyi. Pengalaman tersebut meninggalkan trauma dalam dirinya. Saat itu, hanya papa dan mama yang dapat menghibur dan menenangkannya. Lama kelamaan, perlakuan buruk dan bentakan kasar tersebut membentuk kepribadian Vanya menjadi seorang anak yang introvert dan sulit bergaul dengan orang lain. Di hadapan kakek, Vanya tidak berani berbuat apa pun karena takut akan marah dan bentakan yang mungkin akan diterimanya. Ia juga tidak berani berbicara dengan orang lain selain keluarganya. Vanya lebih sering menghabiskan waktunya sendirian, menyendiri, dan sulit untuk bergaul dengan orang-orang di sekitar rumahnya.
Ketika Vanya mulai bersekolah, ia melihat betapa cerianya anak-anak lain dan kebahagiaan yang mereka tunjukkan. Mereka dengan mudah berkomunikasi dengan orang lain, membuka diri, dan menceritakan banyak hal. Hal ini berbeda dengan Vanya. Kejenuhan dan kebosanan yang ia rasakan di rumah, ia salurkan melalui melukis, menggambar, dan mewarnai. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak mengharuskannya berinteraksi sosial dengan orang lain. Dan hal-hal tersebut semakin memperkuat kepribadian Vanya yang introvert, pemalu, tidak berani berdiri dan berbicara di depan umum. Ketika ia mengikuti ibadah di Sekolah Minggu, Vanya hanya duduk diam, tenang, dan mendengarkan cerita Firman Tuhan tanpa melakukan komunikasi dengan teman-teman lainnya.
Sampai akhirnya saat dia menghadiri ibadah Sekolah Minggu, guru sekolah minggu mulai mengajukan pertanyaan. Tanpa ragu, Vanya terdorong untuk berani mengangkat tangannya untuk menjawab pertanyaan tersebut. Ia diundang ke depan untuk berbagi jawabannya. Saat itu guru menyadari keberanian Vanya dan menanyakan pengalamannya saat menjawab pertanyaan. Dia mengaku terinspirasi dengan kisah Ester yang diputarkan di Superbook.
Teman-teman Vanya pun takjub melihat keberaniannya berdiri di depan umum. Mereka mengenal Vanya dengan baik dan menyadari bahwa ini adalah langkah besar bagi dirinya. Bahkan ibu Vanya terkejut dan bangga melihat perubahan ini. Seluruh guru Sekolah Minggu memberikan apresiasi dan penghargaan atas keberanian yang Vanya tunjukkan. Setelah peristiwa itu, Vanya mulai mengalami perubahan dalam kehidupan sosialnya. Ia mulai bergaul dengan teman-teman di SoL dan di sekolah. Ia juga senang berbagi cerita dengan teman-teman serta para tutor dan guru Sekolah Minggu.
Vanya merasa bersyukur karena trauma dan ketakutan masa kecilnya tidak lagi menjadi penghalang untuk menjadi pribadi yang merdeka. Ia sangat berterima kasih kepada Superbook karena melalui kisah Ratu Ester, ia dipulihkan dan mampu menceritakan keberanian Ratu Ester kepada orang lain.
Kami bersyukur, Vanya bisa berubah setelah menjalani Sekolah Minggu Superbook. Ada banyak anak yang mengalami kondisi yang sama dengan Vanya, apakah Anda mau menjadi saluran perubahan bagi anak-anak di bangsa ini? Anda bisa bergabung bersama Superbook Indonesia dengan klik link di bawah.