Sebelum pandemi Covid-19 melanda, Ester, gadis berusia 11 tahun asal Klaten, Jawa Tengah ini sudah dijauhi oleh teman-temannya.
Dia sering kali dibully oleh teman-temannya. Hal inipun membuat semangat Ester untuk sekolah menjadi hilang. Nilai-nilainya menjadi buruk dan dia cenderung menjadi pribadi yang tertutup.
“Biasanya diejek. “Este..este..es puter, kamu jelek! Gitu. Terus kadang mereka juga jahilin aku terus kadang jugangelukain aku,” terang Ester.
Ester pun memilih menumpahkan apa yang dia rasakan di dalam kertas. Karena tak seorangpun yang dia bisa ajak untuk menyampaikan apa yang dia alami.
“Yang aku tulis di kertas itu, ya biasanya itu yang mereka ngatain aku seperti tadi. Terkadang juga cubit, terkadang juga jatuhin aku.”
Tindakan bully yang dialami Ester akhirnya diketahui oleh salah satu guru sekolah Ester. Suatu kali sang guru tanpa sengaja menemukan buku berisi curahan hati Ester.
“Di bukunya Ester itu, dia kan ngerjakannya di bagian depan. Tapi gak tahu kenapa saya kok penasaran buka ke belakang. Kok ada sesuatu yang ganjel. Terus tak buka, lho ada surat seperti ini. Tak buka, tak baca saya kaget. Kok ternyata ada curahan hatinya Ester seperti itu,” ungkap Ibu Winantu, pengajar School of Life.
Ibu Winantu akhirnya mengajak Ester mengikuti program belajar School of Life yang merupakan bagian program pendidikan dari Yayasan CBN Indonesia. Dari sanalah Ester dibimbing dalam belajar dan juga pengenalan akan Tuhan melalui kisah-kisah Superbook.
Dari sejumlah kisah Alkitab, ada satu kisah yang berdampak besar bagi hidup Ester yaitu tentang kisah Ayub.
“Kisah Ayub itu kayak, Ayub itu kayak aku. Jadinya tuh diejek teman-temannya dan ditinggalkan, dikucilkan gitu. Malam mau tidur itu, aku berdoa sama Tuhan: Tuhan terima kasih Engkau Tuhan telah menyalakan Superbook ini dan aku ingin Tuhan agar aku bisa mengampuni teman-temanku seperti yang di cerita Superbook tadi.” ungkapnya.
Lewat kisah Ayub, Ester menyadari bahwa dia membutuhkan Tuhan Yesus dalam hidupnya. Akhirnya, dia dimampukan untuk mengampuni teman-temannya dan kembali mengalami damai sejahtera.
“Tuhan itu di dalam hatiku menjadi juru slamat dan Tuhanku sendiri,” ucapnya.
Sejak saat itulah hidup Ester berubah. Perubahan itu pula yang disadari oleh ibunya.
“Dia ndak mau terbuka. Setiap kali saya tanya ndak mau terbuka. Terus saya juga tidak ingin memaksa anak,” kata Sulasmi ibu Ester.
Sejak dibimbing di School of Life, Ester mengaku bersyukur karena dia bisa menjadi pribadi yang lebih terbuka dan bahkan mau mengampuni teman-temannya dengan rendah hati.
Apakah Anda terinspirasi dengan kisah Ester? Yuk dukung CBN untuk menjangkau generasi ini mengenal Tuhan dan menjadi saksinya.